Dalam masyarakat kita, ada kecenderungan yang agak rancu terkait masalah
tanggung jawab pengasuhan dan pendidikan anak jika ayah dan ibu
bercerai. Karena pudarnya tradisi Islam tentang masalah perwalian,
pengasuhan, dan pendidikan anak, masyarakat Muslim hari ini cenderung
hanya mengikuti naluri saja.
Dalam buku Muslimah Sukses Tanpa Stres, Dr. Erma Pawitasari secara panjang lebar mengupas tentang hal ini.
Dalam buku Muslimah Sukses Tanpa Stres, Dr. Erma Pawitasari secara panjang lebar mengupas tentang hal ini.
Naluri ibu untuk mengasihi anaknya cenderung lebih kuat daripada naluri
ayah. Laki-laki mungkin tidak peduli telah menghamili sekian perempuan
karena tidak ada ikatan batin yang muncul antara sperma dengan anak yang
tumbuh darinya.
Sementara itu, ibu harus mengandung dan menyusui selama minimal 30 bulan
dan menciptakan ikatan batin yang kuat di antara keduanya. Akibat
mengikuti naluri ini, banyak kita temukan anak-anak tetap diasuh ibunya
walaupun sang ibu telah menikah lagi.
Padahal, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam sudah jelas-jelas membatasi hak asuh ibu ini hanya sebelum sang ibu menikah lagi. “Kamu (ibu) lebih berhak mengasuhnya selama belum menikah lagi.” (HR. Abu Dawud no. 2276)
Akibat kerancuan ini, banyak anak-anak yang ikut ayah tiri, sementara
ayah kandungnya justru memelihara anak laki-laki lain dari istri
barunya.
Padahal tanggung jawab ayah kandung untuk mendidik, melindungi, dan
menafkahi anak tidak dapat digantikan oleh siapapun, kecuali bila sang
ayah wafat atau mengalami cacat yang tidak memungkinkannya menjalankan
kewajiban.
Inilah mengapa nasab anak jatuh kepada ayahnya, bukan ibunya. Sampai
kapan pun dan di mana pun, anak adalah milik ayahnya. “Bin” dan “binti”
kepada ayahnya, bukan kepada ibunya.
Sementara kewajiban seorang perempuan yang sudah menikah lagi adalah taat kepada suaminya yang baru, sebagaimana hadits Nabi, “Seorang perempuan adalah pengurus rumah tangga suaminya dan anak-anak suaminya. Ia akan ditanya tentang mereka.” (HR. Bukhari no. 7138)
Keikutsertaan anak dalam rumah tangga ayah tiri, sementara ayah kandung
masih ada, juga dapat mengacaukan pendidikan anak. Siapa yang berhak
memutuskan masa depan anak: ayah kandung yang akan bertanggung jawab di
akhirat atau ayah tiri yang memeliharanya sehari-hari? Kepada siapa anak
harus taat?
Tidak sedikit anak yang memanfaatkan dualisme kepemimpinan ini untuk
menghindari ketaatan. Kepada ayah kandung, ia tidak taat karena merasa
tidak mendapatkan kasih sayang. Kepada ayah tiri, ia tidak taat karena
merasa itu bukan ayahnya.
Banyak ayah tiri yang merasa tidak memiliki otoritas atas anak-anak
istri yang ikut di rumahnya sehingga tidak dapat memberikan pendidikan
sebagai ayah.
Selain itu, secara agama memang tidak ada kewajiban bagi anak untuk
menaati ayah tirinya, sebagaimana ia wajib menaati ayah kandungnya.
Bila Ayah Fasik
Bagaimana nasib anak bila ia memiliki ayah yang fasik (suka berbuat
dosa)? Menurut para ulama, ayah yang fasik kehilangan hak pengasuhan,
tetapi tetap harus menanggung kewajiban-kewajibannya, seperti nafkah
bagi anak-anak dan membayar upah bagi orang yang mengasuhnya.
Hak Pengasuhan Ibu
Menurut mayoritas ulama, anak laki-laki berhak hidup bersama ibunya
hingga usia 7 tahun, sedangkan anak perempuan hingga baligh, selama
ibunya belum menikah lagi.
Ketika anak laki-laki mencapai usia 7 tahun, kewajiban ayah untuk
mendidik anakek me lebih diutamakan daripada hak ibu. Pada usia 7 tahun,
anak laki-laki sudah tidak perlu dimandikan, dipakaikan baju, disuapi,
atau dininabobokan.
Ia lebih memerlukan figur ayah untuk mendidiknya menjadi lelaki sejati.
Sementara itu, anak perempuan masih memerlukan pendidikan keperempuanan
sebagai persiapan menuju kedewasaan.
Setelah baligh, ia dianggap telah cukup menerima ilmu dari ibunya. Ia
kini lebih memerlukan peran sang ayah untuk mencarikan jodoh dan
menikahkannya.
Dalam Islam ada istilah upah menyusui atau upah mengasuh. Perempuan,
baik sang ibu yang diceraikan atau orang lain, yang diminta sang ayah
untuk menyusui bayinya atau mengasuh anaknya, berhak mendapatkan upah
yang ia ridhai. Upah ini bertujuan agar pengasuh dapat fokus mengurus
anak. Hal ini termasuk jaminan kehidupan yang Allah berikan bagi anak.
Allah memprioritaskan tugas ini kepada ibu kandung dibandingkan
perempuan lain karena adanya hubungan batin yang istimewa antara ibu dan
anak. Mantan suami atau kerabatnya selaku wali anak diwajibkan menjamin
kehidupan sang ibu. Allah berfirman,
“Dan
ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi
yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah memberikan
rezeki dan pakaian mereka dengan cara yang patut… Ahli waris pun
(berkewajiban) seperti itu pula…” (QS. Al Baqarah 233)
Bila ayah/wali enggan membayar kewajibannya, negara wajib memaksa. Dalam
Islam konsep negara tdak dapat dipisahkan dari agama. Di Indonesia,
penegakan hukum Islam tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Banyak ibu yang harus menafkahi anak dan dirinya sendiri
pasca-perceraian. Jika ayah enggan memenuhi kewajibannya, tidak ada
salahnya ibu melepaskan hak asuh ini dan menyerahkan anak kepada sang
ayah/wali.
Dengan demikian, ayah/wali tidak akan terjatuh dalam kubang dosa akibat
menelantarkan anak atau akibat keengganannya membayar biaya asuh kepada
mantan istrinya.
Source : www.salingshare.com
sands casino | SEGPT Casino
BalasHapusSands Casino offers over 1700 slot 샌즈카지노 and video poker machines, all designed for the adventurous and adventurous. Play and 메리트카지노 win 11bet big! Our casino Casino · Mobile App · Contact Us